Memuat...
15 October 2014 17:56

Prosedur Penyelesaian Kasus Perburuhan di Malaysia

Kasus yang menimpa Buruh Migran Indonesia (BMI), bisa dibedakan mejadi dua jenis. Pertama, kasus yang masuk dalam kategori perburuhan dan kedua, kasus yang masuk dalam kategori non-perburuhan. Kategori perburuhan bisa dilihat melalui beberapa persoalan seperti gaji yang tidak dibayar, ketidakharmonisan hubungan antara majikan maupun lingkungan kerja, adanya eksploitasi tenaga kerja, pemutusan kontrak kerja (Pemutusan Hubungan Kerja/ PHK), pelanggaran perjanjian kerja, serta kecelakaan dan kematian. Sedangkan kategori non-perburuhan, bisa dilihat melalui persoalan penyiksaan, kekerasan seksual, perdagangan manusia, gangguan psikologis, serta segala tindak kriminalitas.

Penanganan kasus untuk persoalan perburuhan dan non-perburuhan juga berbeda. Bila kasus non-perburuhan, ditangani dengan melibatkan polisi dan Perwakilan RI di negara penempatan, serta menggunakan konteks hukum (biasanya hukum pidana), maka penanganan kasus perburuhan tidak demikian. Penanganan kasus perburuhan, memerlukan keahlian bernegosiasi atau bermediasi. Pada tataran inilah, Perwakilan RI mendapat tantangan untuk bisa membela hak-hak BMI di negara penempatan.

Prosedur penanganan kasus perburuhan di setiap negara penempatan juga berbeda-beda. Jika suatu negara penempatan BMI sudah menerapkan hukum ketenagakerjaan asing dengan baik dan tidak diskriminatif, biasanya penanganan kasus perburuhan cenderung mudah. Namun demikian, jika sebuah negara penempatan masih melakukan diskriminasi hukum terhadap tenaga kerja asing, maka prosedurnya pun menjadi rumit.

Salah satu negara penempatan yang masih lemah perlindungannya terhadap buruh migran adalah Malaysia. Pengadilan di negara jiran tersebut kerap tidak bersikap adil dan masih berlaku diskriminatif terhadap pekerja migran, sehingga mengabaikan saksi-saksi dan bukti yang diajukan.

Berdasarkan atas tinjauan langsung di Malaysia (13-17 Maret 2014) yang dilakukan oleh Muhammad Irsyadul Ibad, yang merupakan salah satu koordinator Tim Pusat Sumber Daya Buruh Migran, diketahui beberapa hal mengenai prosedur penanganan kasus perburuhan di Malaysia. Berikut adalah prosedur tersebut:

  • Persoalan perburuhan diselesaikan dengan mekanisme perburuhan. BMI harus melapor pada KBRI mengenai masalah yang mereka alami. KBRI akan menempuh jalur mediasi terlebih dahulu. Beberapa kasus bisa diselesaikan dengan pendekatan mediasi saja.
  • Apabila mediasi tidak menghasilkan keputusan yang adil bagi BMI, maka KBRI akan melaporkan kasus tersebut ke Jawatan Tenaga Kerja (JTK). Jawatan ini masih akan menggunakan metode mediasi dalam penyelesaian kasus antara majikan dan BMI.
  • Apabila persoalan belum terselesaikan, maka kasus dibawa ke persidangan di Mahkamah Perburuhan. Persidangan ini menghasilkan rekomendasi yang harus dijalankan pihak-pihak terkait, termasuk oleh majikan atau pihak yang mempekerjakan BMI.
  • Apabila majikan masih tidak mau, menolak atau melanggar keputusan Mahkamah Perburuhan, maka KBRI akan membawa persoalan tersebut ke Majistret. Mahkamah Majistret akan mengkaji kembali dan memberikan keputusan yang mengikat bagi buruh migran dan majikan.
  • Kasus yang berbeda dan situasi yang berbeda juga akan membedakan prosedur dan tingkat penyelesaian kasus BMI.

Prosedur penyelesaian kasus perburuhan di atas, menurut Irsyadul masih menyebabkan beberapa BMI mengalami kesulitan untuk memberikan laporan ke KBRI, terutama pekerja migran yang bekerja di sektor domestik. Kesulitan tersebut tidak lain adalah mengenai dokumen keimigrasian yang ditahan oleh pihak majikan.

Komentar

Tidak ditemukan hasil.