Memuat...
31 October 2013 13:17

Saatnya BMI Mengawasi dan Menilai Kinerja PPTKIS

Bekerja di luar negeri bagi sebagian orang adalah pilihan terbaik untuk mendapat penghasilan besar. Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin sulit, telah merubah cara pandang masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Indonesia sebagai negara luas dengan sumber daya alam yang kaya, rupanya tak bisa lagi menjamin pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Buktinya, salah satu penghasil devisa terbesar berasal dari sumbangan buruh migran.

Sayangnya, jasa para buruh migran itu tak sepadan dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Alih-alih memberi perlindungan, pemeritah justru melempar tanggung jawabnya kepada Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Maka tak mengherankan bila banyak pekerja Indonesia sering menjadi langganan kasus di negara penempatan. Bahkan, PPTKIS juga menjadi pupuk penyubur bagi ladang bisnis perdagangan manusia.

United Nation Fund for Population Activities (UNFPD) pada Juli 2013 lalu, melalui Jose Ferra menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara yang banyak terjadi perdagangan manusia. Pernyataan ini diamini oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Linda Amalia Sari Agum Gumelar. Linda mengatakan, sekitar 70 persen perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI ilegal.

TKI ilegal dan perdagangan manusia yang kebanyakan melibatkan PPTKIS, tentu menjadi persoalan yang perlu diurai. Masyarakat harus tahu kriteria PPTKIS legal berbadan hukum. PPTKIS sendiri menjadi mata rantai utama yang harus diawasi, karena merekalah yang diberi mandat langsung dalam penempatan tenaga kerja di luar negeri.

Peraturan tentang PPTKIS dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Nomor Per.14/MEN/X/2010 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Pasal 1 peraturan menteri itu menyatakan, semua PPTKIS harus memiliki surat permintaan TKI dari pengguna dan/ atau mitra usaha PPTKIS yang telah disahkan oleh perwakilan RI di luar negeri. Selain itu, PPTKIS juga wajib memiliki Surat Izin Pengerahan (SIP) dari pemerintah. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam SIP PPTKIS diantaranya adalah:

  1. Ada tidaknya perjanjian kerjasama penempatan TKI antara PPTKIS dengan pengguna atau mitra usaha PPTKIS yang disahkan oleh perwakilan RI di luar negeri.
  2. Surat permintaan TKI dari pengguna.
  3. Rancangan perjanjian kerja.
  4. Rancangan perjanjian penempatan.

Dalam memilih PPTKIS, masyarakat perlu mengetahui tentang riwayat pengguna atau mitra usaha yang menjalin kerjasama dengan PPTKIS bersangkutan. Pasal 6 menyebutkan, mitra usaha dan/ atau pengguna yang masih memiliki permasalahan dalam dibidang penempatan dan perlindungan TKI dan belum terselesaikan dalam waktu yang ditentukan, maka SIP tidak dapat diterbitkan atau dapat dibatalkan. Dengan demikian, apabila ada pengguna atau mitra usaha dari suatu PPTKIS melakukan tindak kriminal terhadap TKI dan tidak segera ditangani, maka SIP pun tidak berlaku.

SIP untuk PPTKIS sendiri harus memuat beberapa informasi seperti:

  1. nomor dan tanggal surat permintaan TKI;
  2. nama calon pengguna atau mitra usaha di negara tujuan penempatan;
  3. jumlah calon TKI yang akan direkrut pada provinsi yang bersangkutan.
  4. jenis pekerjaan/ jabatan serta syarat-syarat dan kondisi kerja;
  5. jangka waktu berlakunya SIP;
  6. daerah rekrut.

Jangka waktu berlakunya SIP PPTKIS adalah sesuai dengan surat permintaan TKI dari pengguna dengan ketentuan tidak melebihi enam bulan. Maksudnya, suatu SIP masih berlaku bila ada permintaan TKI dari negara penempatan. Namun apabila dalam waktu enam bulan tak ada permintaan TKI, maka SIP-nya sudah tak berlaku.

Informasi-informasi tentang PPTKIS ini perlu dipelajari oleh semua orang yang memiliki ketertarikan untuk bekerja di luar negeri. Jangan sampai ada kejadian yang tak diinginkan karena salah memilih PPTKIS. Masyarakat sudah harus mulai belajar untuk mengawasi PPTKIS yang ada di sekitar lingkungannya. Pengawasan dapat dimulai dengan pengidentifikasian SIP sesuai ketentuan peraturan menteri.

Analysis  

Komentar

Tidak ditemukan hasil.